Agropreneurship adalah berbagai upaya yang dilakukan pihak-pihak, khususnya wirausahawan, dalam memanfaatkan peluang industri agribisnis (Brathwaite, 2009). Untuk menjadi agropreneur sejati, seseorang harus menjiwai kompleksitas agribisnis dan agroindustri. Objek agribisnis adalah komoditas dan produk yang sangat mudah rusak karena perubahan unsur- unsur alami (iklim dan lingkungan). Selain itu, adanya perubahan mikrobial dan enzimatik, sehingga wajib ditangani dengan baik.
Tantangan berikutnya bagi yang ingin menjadi agropreneur adalah pendekatannya pada sektor pertanian. Para calon agropreneur harus memiliki cara berfikir dan bertindak sebagai wirausahawan. Pemikiran wirausaha akan membantu mereka mengembangkan kesadaran terhadap berbagai peluang bisnis yang terbuka luas, dan keyakinan diri untuk membangun kerberhasilan untuk mencapainya.
Pada dasarnya, untuk membangun keberhasilan seorang agropreneur harus memiliki sifat- sifat di bawah ini:
(1) Mampu memecahkan masalah dengan cepat dan tepat.
(2) Memiliki kebutuhan yang kecil terhadap status, tidak arogan, tetapi rendah hati dan harmonis dengan alam sebagai sumber daya agribisnis dan agroindustri yang sangat penting.
(3) Memiliki energi tinggi, dalam arti bersemangat dan tidak mudah menyerah.
(4) Memiliki daya tanggap yang baik terhadap keadaan mendesak.
(5) Memiliki kepercayaan diri yang baik.
(6) Mampu bekerja secara terencana atau terorganisasi dengan baik.
(7) Mampu meneropong peluang bisnis yang besar dan memiliki kemampuan melakukan tinjauan bisnis ke masa depan (business foresight).
Untuk mencapai mutu produk yang tinggi dan pasokan secara berkelanjutan, sangat dibutuhkan dukungan inovasi serta manajemen yang handal. Baik itu manajemen di bidang teknologi maupun manajemen usaha dalam arti luas. Dalam hal ini, inovasi yang dimaksudkan adalah berbagai terobosan hasil penelitian dan pengembangan yang diarahkan pada proses rekayasa produksi untuk menghasilkan produk yang bernilai tambah.
Untuk menjadi seorang agropreneur, perlu diketahui hal- hal penting yang dapat dikerjakan untuk membangun potensi diri. Hal pertama, melakukan riset dengan cara mengumpulkan berbagai rujukan tentang cerita keberhasilan dan kiat- kiat para agropreneur terdahulu, terutama yang secara pribadi dikagumi. Hal kedua adalah berusaha mengikuti seminar, pameran dan talkshow mengenai agribisnis dan agroindustri nasional. Langkah ketiga adalah menghubungi kantor pengembangan bisnis lokal, bank pemberi kredit pertanian, atau lembaga- lembaga penyokong kewirausahaan. Langkah keempat adalah kunjungilah perpustakaan- perpustakaan yang menyediakan rujukan pertanian secara umum, agribisnis, dan agroindustri.
Dalam perspektif manajemen, para agropreneur akan sangat terbantu kinerjanya dengan menguasai atau minimal mengetahui beberapa konsep manajemen fungsional, yaitu Manajemen SDM, Manajemen Produksi dan Operasi, Akutansi Manajemen, Manajemen Pemasaran, Manajemen Finansial, Manajemen Teknologi, Sistem Informasi Manajemen, dan Manajemen Strategik.
Dari sudut pandang terminologi, agrotechnopreneurship didefinisikan sebagai kemampuan dalam mengelola suatu usaha di sektor agroindustri melalui pemanfaatan teknologi dan mengedepankan inovasi. Tiga faktor yang dapt menentukan keberhasilan agrotechnopreneur yakni inovasi, prosepek dan pengembangan bisnis. Terkait aspek manajemen, maka terdapat dua elemen penting yang merupakan penggerak agrotechnopreneurship, yaitu manajemen kreatif dan manajemen inovatif.
Produk dan jasa baru dalam agribisnis dan agroindustri sangat vital peranannya bagi keberhasilan suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan produk dan jasa baru mampu membuka pasar baru, menarik para pelanggan baru, dan mendorong pertumbuhan keuntungan perusahaan.pengembangan produk dapat melalui kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi yang disesuaikan permintaan pasar.
Berbagai program telah diimplementasikan untuk mengembangkan dan menciptakan agrotechnopreneur dari kalangan dunia pertanian sendiri, maupun dari kalangan nonpertanian yang memiliki keinginan dan kemampuan yang tinggi untuk menjadi agropreneur.
Keberhasilan perancangan produk akan tercapai jika produsen mampu mengimplementasikan mutu produk yang prima, biaya produksi yang minimal, kemampuan merespon teknologi yang sinergis dengan profitabilitas bisnis, serta pengembangan produk yang sesingkat mungkin. Dalam bisnis global saat ini, terdapat kecenderungan yang kuat bahwa tren keberhasilan bisnis hanya akan dapat dicapai bila perusahaan mampu melakukan desain produk secara berkelanjutan (sustainable product design). Prinsip – prinsip kerangka penciptaan sustainable product design pada dasarnya dipusatkan pada penciptaan nilai tambahan produk dengan cara memenuhi permintaan dan selera bersama-sama.
Terobosan yang dimunculkan oleh para pelaku bisnis raksasa dunia dalam dekade terakhir adalah teknologi yang memanfaatkan Prinsip – Prinsip Faktor Empat (Factor Four Principle), yang konsepnya menggunakan bahan baku setengahnya untuk menghasilkan nilai produk dua kalinya. Konsep tersebut memanfaatkan tiga landasan aktivitas dalam industri manufaktur, yaitu teknologi, rekayasa, dan desain atau seni. Implementasi ketiga aktivitas tersebut, yang kemudian juga dikenal dengan perancangan produk yang eko-efektif, ditujukan untuk menciptakan nilai produk (mutu dan harga) yang tinggi, sekaligus melakukan penghematan sumber daya.
Sejak terbukti tangguh sebagai satu-satunya sektor yang pertumbuhan ekonominya positif pada saat puncak kritis ekonomi dan moneter yang lalu (1997/1998), sektor pertanian kembali dilirik sebagai lahan investasi yang menjanjikan. Agribisnis yang biasanya dianggap sebagai lahan investasi yang tidak menarik karena resikonya besar, lambat dalam pengembalian modal dan dianggap memberikan keuntungan yang kecil, kini dapat diandalkan karena dua alasan sederhana. Pertama, komoditas/produk yang dihasilkan adalah bahan utama yang diperlukan oleh manusia, sehingga masih tetap berpeluang untuk mendapatkan pasar. Kedua, investasi pada agribisnis dan agroindustri berpeluang besar untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk US dollar, apabila komoditas/produk yang dihasilkan dapat dijual di pasar global.
Agribisnis dan agroindustri adalah sektor usaha yang harus ditekuni, digalakan dan bahkan dijadikan sektor ekonomi utama oleh Indonesia, karena memiliki keunggulan komparatif dan mampu menguntungkan Indonesia untuk keluar dari keterpurukan ekonomi. Dengan berbekal ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, semua peluang yang terbuka pada agribisnis dan agroindustri, akan dimaksimalkan nilai tambahnya melalui kegiatan agroindustri yang mengubah bentuk, fungsi, dan kegunaan serta kepemilikan komoditas menjadi berbagai produk yang berdaya saing tinggi.
Salah satu negara tetangga yang berhasil memperoleh nilai tambah yang besar dari kegiatan agribisnis dan agroindustrinya adalah Thailand. Thailand memiliki kontribusi pertanian terhadap PDBnya sebesar 18%, akan tetapi kontribusi dari agroindustri dan jasa – jasa terkaitnya mencapai 78%.
Dalam globalisasi, keunggulan yang harus dimiliki adalah keunggulan kompetitif, yang lahir dari para pengusaha yang inofatif, bukannya dari keunggulan komparatif yang nilai tambahnya kecil. Berbagai penelitian manajemen akhir – akhir ini membuktikan bahwa perusahaan – perusahaan yang mampu menggunakan inovasi dalam mendiferensiasi produk dan jasanya dari para pesaing, mampu membukukan keuntungan dua kali lipat lebih besar.
Pada saat ini, Indonesia sangat memerlukan pribadi – pribadi pengusaha yang sanggup berkompetisi dengan kemampuan dan kompetisi diri dan perusahaannya, bukan bermodalkan katabelece dan kemitraan yang koruptif dengan pemegang kekuasaan, yang merupakan suatu kekuatan bisnis yang semu. Oleh karena iu, untuk keluar dari berbagai krisis yang melanda Indonesia, para pengusaha Indonesia yang peduli dan cinta pada bangsa dan negaranya perlu berpatokduga pada keberhasilan negara tetangga, misalnya Singapura, Thailand, dan Malaysia dalam membangun ekonominya.
Untuk membangun organisasi agribisnis dan agroindustri yang inovatif, pengusaha wajib memiliki visi, kemampuan memimpin, dan memiliki keinginan inovasi yang kuat. Visi tersebut harus disosialisasikan dan dijabarkan kepada misi dan strategi yang jelas, sehingga pengusaha tersebut akan memiliki struktur organisasi yang tepat, kuat dan memiliki kreativitas yang tinggi.
Topik bisnis, politik dan good governance sedang hangat dibicarakan di Indonesia, hal ini muncul pada saat berbagai permasalahan ekonomi, hokum, bisnis dan politik yang dihadapi Indonesia. Kasus bisnis, politik dan good governance yang sangat menarik sebagai wacana perdebatan saat ini adalah terungkapnya kasus bank century dan fenomena makelar kasus hokum di Indonesia.
Oleh karena itu dalam proses menciptakan kondisi good governance. Konsep tersebut melibatkan delapan elemen yaitu :1. Lembaga eksekutif, 2. Lembaga parlemen, 3. Lembaga kehakiman, 4. Lembaga pengawas, 5. Lembaga pengawas, 6.Sektor swata, 7. MAsyarakat sipil, 8. Lembaga penegakan hukum.
Dunia industri dianggap sebagai institusi yang paling harus bertanggung jawab dalam mengatasi pencemaran lingkungan, karena banyak kasus yang muncul akibat pencemaran oleh industri. Dengan demikian, aspek utama yang harus dikerjakan adalah meyakinkan pada Chief Executive Officer (CEO) dan anggota manajemen puncak lainnya untuk membuat komitmen yang konsisten agar sistem produksi bersih dapat dilaksanakan. Sehingga diperlukan juga rasa tanggung jawab yang besar dari perusahan kepada masyarakat banyak. Karena perusahaan yang mengutamakan dan meningkatkan tanggung jawab sosial, dapat bersaing dalam lingkungan global yang selalu penuh dengan persaingan. Selain itu, keberhasilan suatu industri atau perusahaan juga tergantung dari produk yang mereka kembangkan. Keberhasilan pengembangan produk dimulai dengan mengidentifikasi dan memilih produk yang tepat untuk dibuat dan diproduksi serta dipasarkan ke pasar global.
Produksi Pertanian dan pangan global serta dampaknya bagi bisnis dan ketahanan pangan Indonesia :
1. Kondisi pertumbuhan PDB di Negara berkembang dan maju
2. Kondisi perubahan harga minyak bumi pengaruh terhadap harga komoditas pertanian
3. Perubahan tingkat produksi dan konsumsi komoditas pertanian dunia
Permasalahan pertanian dan pangan Indonesia
- Keterlibatan masyarakat sagat terbatas
- Inkonsistensi kebijakan
- Fokus program yang tuntas atau lambat dilaksanakan
- Program revitalisasi pertanian belum dilakukan secara menyeluruh pada seluruh komoditas pertanian,karena sejauh ini lebih focus pada komoditas-komoditas politik yang sering menimbulkan kecemasan-kecemasan pasokan pada saat terjadi kelangkaan dalam produksi.
Dalam perkembangan agroindustri dan agribisnis di Indonesia, terdapat permasalahan pada komoditas-komoditas yang memiliki nilai ekonomi politik, seperti padi, jagung, kedelai, dan tebu.
Padi dan beras komoditas ekonomi Indonesia yang sangat penting sejak Indonesia merdeka, mengingat mayarakat Indonesia seolah-seolah tidak mungkin konsumsi pada beras, sehingga kelangkaan beras dapat menimbulkan kerentaan ekonomi dan keresahan social. Dengan memperhatikan kesungguhan pemerintah dalam menangani beras, harga beras sudah harus menunjukan angka yang menurun atau tidak mangalami frukturasi yang meresahkan.
Meningkatnya produksi jagung domestic secara tidak langsung membantu kinerja industry pakan, karena harga jagung impor saat ini yang sangat tinggi dan menguras devisa Negara.
Selama ini produktivitas kedelai nasional hanya berada pada level 1,28 ton/ha setengah dari pada prduktivitas kedelai di Negara-negara produsen utama kedelai, misalnya di Brazil, Argentina dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, target politis pemerintah untuk mendapatkan status swasembada sedikit diperlukan luas lahan budi daya 2,02 juta ha, dan produktivitas kedelai sekitar 3,68 ton/ha.
Gula pasir adalah salah satu produk yang paling penting, mengingat kebutuhan yang sangat besar, dan produksi nasionlanya yang sangat tidak mencukupi. Sejak Indonesia merdeka, kebutuhan gula semakin meningkat, sedangkan produktivitas nya semakin menurun.
Dengan berkembangnya zaman dan gaya hidup, saat ini terjadi peningkatan kesadaran akan pentingnya konsumsi sayuran dan buah-buahan oleh penduduk Indonesia, khususnya dalam menjaga kesehatan (healyy life style). Dalam lima tahun terakhir secara nyata tergambarkan dari peningkatan permintaan konsumen dalam negeri untuk sayuran dan buah-buahan. Akan tetapi, dalam hal ini petani memiliki kendala dalam penyediaan akan permintaan konsumen. Tantangan utama yang dihadapi para petani produsen adalah kecocokan lahan, penyedian bibit unggul, dan harga pupuk serta obat-obatan hama dan penyakit tanaman yang cenderung semakin meningkat. Di lain pihak hambatan dalam kegiatan panen dan pascapanen adalah tekhnik pemanenan yang aman, penyimpanan, transportasi dan packaging (pengemasan) serta penangan pasca panen yang khusus dalam bentuk pengawetan dan pengolahan.
Akan tetapi Terdapat sedikit tujuh program yang dapat dijadikan solusi dan memerlukan penetapan kebijakan, seperti yang ditemukan dibawah ini
- Peningkatan intensitifikasi dan ekstensifiaksi dengan sentra perwilayahan
- Pembangunan infrastruktur irigasi teknisdan jalan-jalan transportasi sanpai sentral-sentral produksi
- Meningkatan aksebilitas petani kepada sumber daya dan lembaga-lembaga keuangan dan pemodalan untuk perbaikan system budidaya dll
- Melaksanakan berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan teknologi yang mampu menghasilkan system budi daya sayuran dan buah-buahan yang merata sepanjang tahun
- Menggalakan kembali gerakan peningkatan produksi beserta mutu hasilnya serta komsumsi sayuran dan buah-buahan nusantara yang focus, efektif fan efisien.
- Pemerintahan perlu membatasi masuknya sayur dan buah-buahan import
- Manggalakan kinerja agroindustri pengolahan sayur-sayuran dan buah-buahan nasional, terutama yang jumlahnya pasokanya diatas permintaan
Bio-kontrol digunakan sebagai metode alternatif mengendalian hama tanaman sayuran salad. Kegiatan produksi pertanian banyak dilakukan oleh petani secara organik karena kurangnya modal petani untuk biaya pembelian bahan kimia input produksi pertanian. Pola konsumsi pangan semakin mengalami peningkatan sehubungan dengan adanya permintaan terhadap kualitas pangan yang lebih baik dan aman, terutama pada produk-produk peternakan, seperti daging dan susu. Dalam hal-hal tertentu Indonesia diuntungkan karena bebas dari penyakit berbahaya, tetapi adanya wabah Anthrax (November 2004) dan terjadinya wabah flu burung. (Avian Influenza) harus selalu dipantau dan dicermati secara seksama.
Dalam hal ini, Indonesia memiliki peluang untuk memproduksi vaksin flu burung untuk pasar global. Khusus untuk industri ternak potong secara terintegrasi di lahan kelapa sawit, Malaysia telah menjadi pelopornya dan cukup berhasil untuk ternak sapi dan rusa. Inovasi bisnis tersebut sangat berhasil terutama untuk sapi pedaging, di antaranya sapi Bali impor dari Indonesia, yang mampu memberikan tambahan penghasilan pada industri kelapa sawit. Pengembangan pembudidayaan rumput laut mengalami kendala di antaranya masalah ketersediaan bibit yang tepat jumlah, tepat waktu, tepat mutu, sedangkan untuk peralatan dan bahan-bahan lainnya mudah didapat di sekitar lokasi budidaya.
Para agrotechnopreneur dan pengrajin furniture Indonesia harus sanggup melakukan inovasi baru untuk menembus pasar global. Oleh karena itu, berbagai inovasi dalam bentuk, rupa, fungsi, ukuran, bobot serta citra dan martabat harus diupayakan. Inovasi yang dilakukan harus memenuhi tiga elemen, yaitu mutakhir, kompleks, dan memiliki desain yang kuat.
Selain inovasi dalam bisnis furnitur, kelangkaan energi dan pangan pada beberapa tahun terakhir juga membuka peluang bisnis dalam bidang energi alternatif. Biomassa hasil pertanian khususnya limbah agroindustri merupakan salah satu sumber energi alternatif. Beberapa contoh limbah industri pertanian yang memiliki prospek bisnis energi alternatif di Indonesia adalah briket arang, biogas, biodiesel, dan aseton, etanol serta butanol. Potensi limbah agroindustri lainnya adalah sekam padi yang mulai dikembangkan untuk bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Pada akhirnya, penggunaan bahan bakar alternatif dapat menjadi bisnis yang prospektif di masa depan.
Potensi pemanfaatan minyak nabati, salah satunya kelapa sawit, sebagai bahan baku dalam produksi pelumas juga dapat dipertimbangkan. Pemanfaatan minyak nabati ini dapat dikembangkan melalui modifikasi teknologi proses, penetapan aditif dan interaksinya sebagai salah satu alternatif pemberdayaan sektor agroindustri hilir minyak sawit. Pengembangan minyak pelumas dari minyak nabati memiliki prospek yang cerah di Indonesia, karena selain ketersediaan bahan baku yang melimpah, pengembangan teknologi inovasinya pun saat ini telah mulai dilakukan. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan dapat menjadi salah satu negara penghasil minyak pelumas yang berdaya saing di masa depan.